Minggu, 19 April 2015

Ilmu Budaya Dasar : Manusia & Pemujaan

Manusia & Pemujaan


Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain. Manusia adalah mahluk yang mempunyai kelebihan untuk berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh). Sementara, Pemujaan adalah salah satu manifestasi cinta manusia kepada Tuhannya yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi ritual. Kecintaan manusia kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dan kehidupan manusia. Hal ini ialah karena pemujaan kepada Tuhan adalah inti, nilai dan makna kehidupan yang sebenarnya. Apa sebab itu terjadi adalah karena Tuhan menciptakan alam semesta.

Seperti dalam surat A1-Furqon ayat 59 - 60 yang menyatakan,  “Dia yang menciptakan langit dan bumi beserta apa-apa diantara keduanya dalam enam rangkaian masa, kemudian Dia bertahta di atas singgasana-Nya. Dia maha pengasih, maka tanyakanlah kepada-Nya tentang soal-soal apa yang perlu diketahui.” Selanjutnya ayat 60, “Bila dikatakan kepada mereka, sujudlah kepada Tuhan yang maha pengasih. Tuhan adalah pencipta, tetapi Tuhan juga penghancur segalanya, bila manusia mengabaikan segala perintahnya. Karena itu ketakutan manusia selalu mendampingi hidupnya dan untuk menghilangkan ketakutan itu manusia memuja- Nya.”

Dalam surat Al-Mu‘minum ayat 98 dinyatakan, “Dan aku berlindung kepada-Mu. Ya Tuhanku, dari kehadiran-Nya di dekatku”. Karena itu sangatlah jelas bagi kita semua, bahwa pemujaan kepada Tuhan adalah bagian hidup manusia, Karena Tuhan pencipta semesta termasuk manusia itu sendiri. Dan penciptaan semesta untuk manusia. Kalau manusia cinta kepada Tuhan, karena Tuhan sungguh maha pengasih lagi maha penyayang. Kecintaan manusia itu dimanifestasikan dalam bentuk sholat.

Dalam surat An-Nur ayat 41 antara lain menyatakan, “apakah engkau tidak tahu bahwasanya Allah itu dipuja oleh segala yang ada di bumi dan di langit...”

Dalam kehidupan manusia terdapat berbagai macam pemujaan sesuai dengan agama, kepercayaan, kondisi, dan situasi. Sholat di rumah, di mesjid, sembahyang di pura, di candi, di gereja bahkan di tempat-tempat yang dianggap keramat merupakan perwujudan dari pemujaan kepada Tuhan atau yang dianggap Tuhan.

Pemujaan-pemujaan itu sebenarnya karena manusia ingin berkomunikasi dengan Tuhannya. Hal ini berarti manusia mohon ampun atas segala dosanya, mohon perlindungan, mohon dilimpahkan kebijaksanaan, agar ditunjukkan jalan yang benar, mohon ditambahkan segala kekurangan yang ada padanya, dan lain-lain.


Senin, 13 April 2015

Ilmu Budaya Dasar : 3 Unsur Cinta Menurut Sarwono

3 Unsur Cinta Menurut Sarwono

Apakah yang harus dimengerti tentang cinta ? inti pokoknya cinta bersifat timbal balik. Dalam cinta sejati selalu ada kesungguhan utuk membangun hubungan cinta yang ideal dalam mewujudkan kehidupanyang terbaik. Cinta itu sebenarnya praktis, cinta memperbolehkan satu sama lain memperoleh kemajuan dari kesalahan-kesalahannya. Sebagai hukum kodratnya dikatakan bahwa cinta di dalam praktisnya sehari-hari berbeda maknanya bagi seorang pria dan seorang wanita. Bagi seorang pria, cinta itu harus bersifat agresif dan kreati. Sedangkan bagi seorang wanita,cinta seharusnya bersifat represif, membina.

Pengertian cinta dikemukakan oleh Dr. Sarlito W. Sarwono dalam majalah sarinah dengan artikel yang berjudul segitiga cinta. Bukan cinta segitiga. Dikatakannya bahwa cinta ideal memiliki tiga unsur, yaitu keterikatan, keintiman, dan kemesraan.

Yang dimaksud dengan keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain kecuali dengan dia, kalau janji dengan dia harus ditepati, atau ada uang sedikit beli oleh-oleh hanya untuk dia. Keintiman, yaitu adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukan bahwa antara anda dan dia sudah tidak ada jarak lagi sehingga panggilan-panggilan formal seperti Bapak, Ibu, Saudara di gantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan, seperti sayang. Makan-minum dari satu piring-cangkir tanpa rasa risi, pinjam-meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berhutang, tidak saling menyimpan rahasia, dan lain-lain. Kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa sayang, saling mencium, merangkul, dan sebagainya.

Selanjutnya, Dr. Sarlito W. Sarwono juga mengemukakan bahwa tidak semua unsur cinta itu sama kuat. Kadang-kadang, ada yang keterkaitannya sangat kuat, tetapi keintiman atau kemesraannya kurang. Cinta seperti itu mengandung kesetiaan yang amat kuat dan kecemburuannya besar, serta dirasakan oleh pasangannya dingin atau hambar karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan dari kemesraan atau keintiman. Cinta sahabat karib atau saudara sekandung merupakan contoh dari cinta diatas, cinta seperti ini penuh keakraban, tetapi di dalamnya tidak ada gejolak-gejolak mesra, karena orang-orang yang bersangkutan masih lebih setia kepada hal-hal lain daripada partnernya. Ada juga cinta yang diwarnai dengan kemesraan yang sangat menggejolak, tetapi unsur keintiman dan keterikatannya kurang. Cinta seperti ini dinamakan cinta yang pincang.

Lebih berat lagi apabila salah satu unsur cinta itu tidak ada. Sehingga tidak berbentuk segitiga. Cinta yang demikian tidak sempurna dan dapat disebut bukan cinta. Besar-kecilnya cinta bergantung kepada mereka yang saling mencintai, ada yang memiliki cinta besar, ada yang memiliki cinta sedang, dan ada yang memiliki cinta kecil. Cinta besar dimiliki oleh orang dewasa, terutama yang sudah menikah, sehingga segitiga cinta ini dapat mencapai bentuknya yang paling besar. Sedangkan untuk remaja, pada umumnya ukuran cintanya di gambarkan dengan segitiga kecil, apabila cinta remaja ini terus dikembangkan atau dipupuk, akhirnya akan mencapai ukuran sedang.


Daftar Pustaka :


Widyosiswoyo, suparto. (2004). Ilmu Budaya Dasar. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia 

Minggu, 05 April 2015

IBD Yang Dihubungkan Dengan Prosa

IBD (Imu Budaya Dasar) Yang Dihubungkan Dengan Prosa

Istilah prosa itu banyak dan kadang-kadang sering disebut sebagai Narrative fiction, fiction, atau cerita rekaan dapat di definisikan sebagai bentuk cerita yang mempunyai pemeran, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Di dalam kesusastraan bahasa indonesia kita ada 2 jenis prosa, yaitu prosa lama (dongeng, hikayat, sejarah, epos, dan cerita pelipur lara) dan prosa baru (cerpen, novel, biografi, kisah, dan otobiografi). Pengertian dari prosa lama itu sendiri merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat, sementara prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat.

Disini saya akan mengambil contoh prosa lama (legenda) beserta pelajaran yang bisa kita ambil dari prosa lama (legenda) tersebut. Prosa lama ( legenda) tersebut bertema “Si Malin Kundang”. Legenda ini sudah santer terdengar di telinga kita. Malin Kundang adalah cerita rakyat yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang berkisah tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi batu. Sebentuk batu di pantai Air Manis, Padang, konon merupakan sisa-sisa kapal Malin Kundang.

Dari legenda tersebut kita dapat mengambil kesimpulan atau pelajaran bahwa :                                  
1. Tidak boleh durhaka terhadap orang tua
2. Tidak boleh melupakan semua jasa dan kebaikan orang tua
3. Tidak boleh sombong, angkuh dan serakah.
4. Selalu ingat dengan pesan orang tua.
5. Dimanapun berada harus selalu ingat kepada Allah Yang Maha Esa.


Di dalam prosa, adapun nilai-nilai yang di peroleh pembaca adalah prosa memberikan kesenangan, informasi, warisan budaya, serta keseimbangan wawasan.