(Tugas) softskill Ilmu Sosial Dasar
Nama : Ricky Eka Saputra
NPM : 19314260
Kelas : 1TA04
1. Jelaskan mengapa di Indonesia terjadi pelapisan sosial yang
sangat kentara, apa faktor yang menyebabkan hal tersebut ?
Pelapisan Sosial Masyarakat Indonesia
Pelapisan sosial merupakan kondisi dimana bagian
individu-individu dari suatu masyarakat yang terdiri atas latar belakang yang
sama akan saling berkumpul dan akan membentuk suatu kelompok masyarakat
sendiri. Hal ini mengakibatkan akan munculnya suatu pelapisan masyarakat atau
pelapisan sosial. Pada hakikatnya manusia sebagai mahluk sosial, hal ini
dirasakan wajar karena individu tentu akan lebih mudah bersama dengan yang
memiliki kesamaan latar belakang dll.
Membicarakan tentang pelapisan sosial,
bagi bangsa Indonesia hal tersebut bukan merupakan suatu hal baru. Jauh sebelum
kemerdekaan, tepatnya ketika agama Hindu-Budha pertama kali masuk ke Indonesia.
Dalam agama Hindu sendiri dikenal dengan nama kasta. Dimulai kasta yang paling
rendah yaitu sudra, waisya, ksatria dan kemudian brahmana. Pelapisan
masayarakat ini sangat berpengaruh ke dalam tatanan kehidupan negara pada
umumnya. Karena pelapisan sosial inilah cikal bakal terjadinya sistem
perbudakan.
Seiring berjalannya waktu, pelapisan
sosial ini masih juga ada di tengah-tengah masyarakat namun dengan gradasi yang
lebih halus. Di agama pun sebenarnya sudah ada dalil “Derajat manusia di
hadapan Tuhan adalah sama”, di UUD 1945 sudah banyak dicantumkan tentang
kesamaan derajat. Namun sistem pelapisan sosial ini sepertinya sudah
mendarah daging di kalangan masayarakat. Ini karena terbentuknya pelapisan
sosial pun ada yang terbntuk secara alami ataupun secara di sengaja. Alami atau
bawaan disini contohnya yaitu pelapisan sosial berdasar umur. Karena umur juga,
biasanya ada yang di tua-kan, dan mendapat tempat tersendiri di masayarakat.
Yang kedua adalah karena dengan cara disengaja. Seseorang akan dipandang
menjadi kalangan kelas atas jika dia mempunyai tingkat kekayaan atau jabatan
yang lebih tinggi dari yang lain.
Faktor
terjadinya pelapisan sosial
1. Terjadi
dengan sendirinya.
Proses
ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun
orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas
kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara
alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka
bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat,
waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan
yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata
tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan
kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki
bakat seni, atau sakti.
2. Terjadi
dengan disengaja
Sistem
palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama.
Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas
dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat
peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya
kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical
maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi
pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem
organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :
Ø sistem fungsional
o
merupakan
pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja
sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi
perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
Ø sistem scalar
o
merupakan
pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal)
Sumber:
2. Berikan contoh pelapisan sosial yg terjadi dan ada di sekitar
kita
Salah satu contoh
dari seseorang yang pernah tinggal di dalam sel tahananan (BUI) mengalami
hal yang sangat menyedihkan. Menurutnya di dalam tahanan lebih sadis dari pada berada
di jalanan yang lebih banyak penjahat. Karena di dalam sel terdapat tingkatan –
tingkatan yang terjadi , seharusnya mereka memiliki hak yang sama, tetapi bukan
itu yang di dapat. Di dalam sel ada tingkat ter tinggi, yaitu untuk orang -
orang yang mempunyai kekayaan yang berlebih, kelas menengah merupakaan kelas
bagi orang –orang yang mempunyai kekuasaan yang besar di dalam tahanan (biasa
kita sebut preman).
Sedangkan
yang paling rendah adalah bagi orang – orang yang tidak mempunyai apa-apa atau
orang biasa. Orang biasa inilah yang menjadi korban oleh orang – orang atau
kelompok –kelompok yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan. Mereka sering
disiksa, dipukuli, bahkan menjadin korban sodomi. Hal inilah yang terjadi
akibat adanya stratifikasi sosial yang sebenarnya dapat di hilangkan dengan
dibuatnya peraturan yang tegas. Bukan peraturan yang dapat dibeli atau
dipermainkan.
Dari permasalahan di atas merupakan contoh akibat dari adanya
suatu stratifikasi sosial yang terjadi di dalam tahanan / penjara. Yang
merupakan salah satu dari stratifikasi sosial terbuka. Seharusnya hal tersebut
tidak boleh terjadi di lembaga peradilan kita. Karena keadilan harus ditegakkan
dan lembaga tersebut merupakan lembaga yang seharusnya ditegakkan bukaanya
menjadi tempat untuk terbentuknya stratifikasi sosial di dalamnya. Oleh karena
itu penegak hukum maupun hukum itu sendiri harus melakukannya dengan benar dan
bertindak dengan jelas.
Contoh yang lain dari
pelapisan sosial adalah Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan
kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya
itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu
diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan
kesehatannya oleh rumah sakit.
Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya.
Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
Dari contoh kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa Masyarakat kita sekarang ini tidak mampu berobat ke rumah sakit karena dirasakan biayanya sangat mahal. Pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin yang diselenggarakan oleh pemerintah pun belum menjangkau keseluruhan masyarakat.
Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya.
Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
Dari contoh kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa Masyarakat kita sekarang ini tidak mampu berobat ke rumah sakit karena dirasakan biayanya sangat mahal. Pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin yang diselenggarakan oleh pemerintah pun belum menjangkau keseluruhan masyarakat.
Contoh terakhir Contoh kasus pelapisan sosial salah satunya adalah
orang miskin atau tidak mampu di larang sekolah. musim baru pendidikan telah tiba membawa
serta berbagai hal baru. Ada baju (seragam) baru, sepatu baru, kaus kaki baru dan tas baru. Juga ada topi baru, dasi baru dan tentu saja sederetan kebijakan baru, baik itu dari pemerintah, yayasan maupun sekolah. Namun yang lebih penting dari semuanya adalah semangat dan motivasi baru untuk mengefektifkan proses belajar-mengajar demi meraih sukses (gemilang) di musim UAN-UAS tahun 2011. Berhadapan
dengan semua kebaruan ini sikap dan disposisi batin orangtua siswa tentu bervariasi. Bagi orangtua konglomerat dan pejabat birokrasi menghadapi musim baru pendidikan dengan label serba baru bukan masalah. Mereka dengan wajah sumringah
memperlihatkan senyumnya yang tersungging
bahagia. Biaya sekolah yang mahal bukan perkara yang sulit bagi mereka. Anak-anak mereka pun tampak riang dan ceria saban hari di sekolah.
Sambil duduk manis di dalam ruang kelas mereka menyimak dengan saksama semua yang diajarkan bapak-ibu guru. Sementara bagi orangtua pegawai biasa, yang ada pada mereka hanyalah semangat untuk membangun optimism dalam menata hari esok menjadi lebih baik. Anak-anak mereka umumnya menampakkan dua wajah sekaligus dalam interaksi sosialnya dengan teman-teman dan para guru di sekolah: kadang tampak girang, namun tidak jarang wajah mereka berbalutkan duka nestapa tatkala mengenang kembali kesahajaan hidup dan
kekurangmampuan orangtuanya yang sedang menantikan dengan rindu kedatangan mereka di rumah. Lantas, bagaimana dengan orangtua yang petani, tukang, buruh, wiraswastawan kecil dan profesi-profesi selevelnya? Diantara mereka ada yang masih dengan setia menyulam asa yang tersisa untuk menyiasati kemiskinan yang sedang menerpa mereka, kendatipun itu terasa berat. Kebanyakan mereka hanya pasrah sambil bergumam, "Selamat tinggal pendidikan, selamat tinggal sekolah. Jauhilah kami, sebab kami tidak mampu menggapaimu. Kami tidak sanggup menanggung mahalnya biaya pendidikan yang lahir dari rahim kebijakan para penguasa. Rangkullah erat-erat para konglomerat. Peluklah dengan mesra kaum kapitalis. Ziarah kami untuk melancong di rimba pendidikan berakhir di sini. Karena pintu sekolah hanya terbuka bagi orang kaya. Dan kami, orang miskin, dilarang sekolah." Tetapi ada juga yang dengan polos mendatangi para wakilnya di Dewan dan Pemerintah Kota untuk sekadar mengadu serentak memohon kalau dapat anak-anak mereka bisa diakomodir di sekolah negeri karena sekolah swasta semuanya mahal. Dan gayung pun bersambut, pemerintah (kota) akhirnya merestui tuntutan para orangtua dan berlakulah kebijakan penambahan ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri. BAHASAN kebijakan Pemerintah Kota menambah ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri tidak bermaksud untuk mematikan sekolah-sekolah swasta yang sedang eksis saat ini. Pemerintah kota hanya melaksanakan amanat undang- undang untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat pencari pendidikan. Bahkan pemerintah berjanji akan membantu sekolah-sekolah swasta dengan menempatkan guru-guru negeri di sekolah swasta. Memang di mana mana orang miskin selalu kesulitan mendapatkan akses untuk menikmati pendidikan secara memadai karena mahalnya biaya yang tidak terjangkau, terutama di sekolah-sekolah swasta. Mereka memilih tidak akan menyekolahkan anak- anaknya di sekolah swasta apabila sekolah negeri tetap ngotot menolak anak-anak mereka. "Anak saya sudah putus asa, dia tidak mau sekolah, apalagi di sekolah swasta” kata salah seorang buruh. Lagi-lagi, sekolah swasta diidentikkan dengan biaya mahal. Dan kemahalan selalu menjadi momok yang menakutkan para orangtua siswa. Karenanya perlu diwacanakan untuk dipertimbangkan dalam bingkai kebijakan pemerintah
bersama yayasan.
Sambil duduk manis di dalam ruang kelas mereka menyimak dengan saksama semua yang diajarkan bapak-ibu guru. Sementara bagi orangtua pegawai biasa, yang ada pada mereka hanyalah semangat untuk membangun optimism dalam menata hari esok menjadi lebih baik. Anak-anak mereka umumnya menampakkan dua wajah sekaligus dalam interaksi sosialnya dengan teman-teman dan para guru di sekolah: kadang tampak girang, namun tidak jarang wajah mereka berbalutkan duka nestapa tatkala mengenang kembali kesahajaan hidup dan
kekurangmampuan orangtuanya yang sedang menantikan dengan rindu kedatangan mereka di rumah. Lantas, bagaimana dengan orangtua yang petani, tukang, buruh, wiraswastawan kecil dan profesi-profesi selevelnya? Diantara mereka ada yang masih dengan setia menyulam asa yang tersisa untuk menyiasati kemiskinan yang sedang menerpa mereka, kendatipun itu terasa berat. Kebanyakan mereka hanya pasrah sambil bergumam, "Selamat tinggal pendidikan, selamat tinggal sekolah. Jauhilah kami, sebab kami tidak mampu menggapaimu. Kami tidak sanggup menanggung mahalnya biaya pendidikan yang lahir dari rahim kebijakan para penguasa. Rangkullah erat-erat para konglomerat. Peluklah dengan mesra kaum kapitalis. Ziarah kami untuk melancong di rimba pendidikan berakhir di sini. Karena pintu sekolah hanya terbuka bagi orang kaya. Dan kami, orang miskin, dilarang sekolah." Tetapi ada juga yang dengan polos mendatangi para wakilnya di Dewan dan Pemerintah Kota untuk sekadar mengadu serentak memohon kalau dapat anak-anak mereka bisa diakomodir di sekolah negeri karena sekolah swasta semuanya mahal. Dan gayung pun bersambut, pemerintah (kota) akhirnya merestui tuntutan para orangtua dan berlakulah kebijakan penambahan ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri. BAHASAN kebijakan Pemerintah Kota menambah ruang belajar baru di sekolah-sekolah negeri tidak bermaksud untuk mematikan sekolah-sekolah swasta yang sedang eksis saat ini. Pemerintah kota hanya melaksanakan amanat undang- undang untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat pencari pendidikan. Bahkan pemerintah berjanji akan membantu sekolah-sekolah swasta dengan menempatkan guru-guru negeri di sekolah swasta. Memang di mana mana orang miskin selalu kesulitan mendapatkan akses untuk menikmati pendidikan secara memadai karena mahalnya biaya yang tidak terjangkau, terutama di sekolah-sekolah swasta. Mereka memilih tidak akan menyekolahkan anak- anaknya di sekolah swasta apabila sekolah negeri tetap ngotot menolak anak-anak mereka. "Anak saya sudah putus asa, dia tidak mau sekolah, apalagi di sekolah swasta” kata salah seorang buruh. Lagi-lagi, sekolah swasta diidentikkan dengan biaya mahal. Dan kemahalan selalu menjadi momok yang menakutkan para orangtua siswa. Karenanya perlu diwacanakan untuk dipertimbangkan dalam bingkai kebijakan pemerintah
bersama yayasan.
Sumber :